
"Kebanyakan kalau pengusaha-pengusaha itu, persepsinya, Pak Gubernur ini kan dekat dengan Presiden, bisa memberikan masukan kepada Presiden. Persepsinya seperti itu. Jadi mereka (pengusaha) suka ngobrol dengan Pak Gubernur, harapannya disampaikan kepada Pak Presiden. Begitu," kata Sunny.
Sunny juga berbicara tentang Ahok sebagai objek penelitiannya untuk disertasi doktoral di Universitas Northern Illinois Amerika Serikat.
Berikut wawancara lengkap wartawan dengan Sunny, yang mengenakan kemeja batik saat mengantor di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (11/4/16):
Jadi Anda dicekal atas permintaan KPK, bagaimana respons Anda?
Saya belum terima surat dari Imigrasi. Cuma harusnya ya benar pasti dicegah, dicekal karena kan humas KPK sudah bicara. Intinya supaya siapa saja kasih keterangan nanti, semoga lebih cepat, lebih baiklah.
Hari ini ke kantor ada keperluan apa, Pak?
Ya seperti biasa, kan sudah sering.
Bagaimana sebenarnya relasi Anda dengan Aguan?
Seperti dengan pengusaha-pengusaha lainnya saja, kan kenal. Sama semua juga dekat, sama semua juga baik kok. Nggak ada bedanya.
Ahok cerita, Anda ikut rapat dengan pengusaha. Terus direspons. Bisa diceritakan?
Setiap kali, atau banyak kali, Pak Ahok ketemu politisi atau pengusaha, selalu ajak saya, supaya ada saksi katanya.
Kemudian, juga kebanyakan politisi dan pengusaha itu bicara soal politik. Kalau misal bicara soal politik, ya kebanyakan mengajak saya supaya saya bisa kasih masukan-masukan.
Kalau soal setelah itu mereka akan menyampaikan ke Pak Ahok, bisa langsung, kadang-kadang bisa lewat saya. Tujuannya itu saja sih sebenarnya.
Anda ini sebenarnya berperan sebagai apa di Balai Kota?
Saya ini bantuin. Sebenarnya nggak ada status nama tertentu ya. Sebenarnya tugas saya adalah bantu Pak Ahok, kasih dia masukan, seperti itu saja.
Tepatnya sebagai konsultan?
Ya kalau konsultan susah dong. Kalau ngomong konsultan, nanti dikira konsultan apa lagi. Ya terserahlah mau sebut apa.
Bagaimana tentang disertasi Anda?
Itu dulu, waktu pertama kali bertemu Pak Gubernur (Ahok -red) tujuannya mempelajari beliaulah. Bagaimana dia berpolitik, bagaimana dia berhubungan dengan pengusaha dan politisi dan sebagainya. Tapi sementara untuk disertasi masih belum selesai.
Jadi disertasi Anda sudah selesai belum?
Belum. Jangan nanya begitu, malu gue jawabnya, hehehe...
Disertasi Anda itu buat role model kepemimpinan daerah yang lain?
Sebenarnya ini prosesnya mempelajari Pak Gubernur ini ingin menunjukkan bahwa bisa tidak sih politisi itu jujur, nggak transaksi, enggak pakai uang banyak, tetap bisa menang nggak. Pertanyaan dasarnya seperti itu. Jadi itu saja tujuannya. Nggak tahu orang mau pakai atau nggak kan terserah orang lain.
Apa benar Anda sebagai perantara pengusaha, DPRD, dan Pemprov DKI?
Sebenarnya kalau antara pengusaha dengan DPRD, mereka sudah saling kenal kok. Sebelum ada saya, sebelum saya kenal dengan pengusahanya, sebelum saya kenal dengan DPRD-nya, mereka kebanyakan sudah saling kenal.
Misalnya dengan Pak Sanusi dengan Pak Ariesman (Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja -red), setahu saya (kenal) sejak 2004.
Setahu saya Pak Sanusi sebelum di DPRD dia pengusaha juga. Pernah ada kerjasama juga dengan Agung Podomoro. Jadi memang hubungan mereka sudah lama, dan sebenarnya enggak perlu saya untuk kenal, untuk bicara begitu.
Tapi kalau soal penghubung mereka dengan Pak Gubernur, kadang-kadang iya. Karena mereka kan ingin kasih masukan, sungkan dengan Pak Ahok, atau timing-nya kapan yang tepat. Kadang-kadang via saya, kadang-kadang juga langsung juga.
Kalau kasus soal Raperda Zonasi ini sendiri bagaimana?
Paguyuban Reklamasi itu selain berinteraksi dengan tim di Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah -red), selama proses pembentukan draf dari versi eksekutif, itu biasanya di dalam ada yang namanya konsultan Bappeda.
Pihak Bappeda dan konsultan Bappeda berdiskusi dengan Paguyuban. Selalu ada perbedaan pandangan. Mereka juga ingin menyampaikan perbedaan pandangan dari sisi mereka itu seperti apa pandangannya.
Kadang-kadang mereka langsung ke Pak Gubernur, kadang-kadang juga lewat saya, kenalnya dari situ, interaksinya dari situ.
Kenapa mesti melalui Anda?
Enggak harus. Cuma karena kenalnya sama saya, ya jadi lewat saya. Lewat yang lain juga bisa kok. Lewat langsung juga bisa.
Cuma kadang-kadang mereka nggak tahu, Pak Gubernur kan sebenarnya nggak memperhatikan detail soal teknis-teknis Raperda yang itu. Pak Gubernur sebenarnya juga nggak mau tahulah, "pokoknya nanti sudah jadi, gue baru pengin lihat" begitu.
Tapi kan dia harus memahami argumentasi-argumentasinya. Enggak mungkin semua dia bisa cerna, enggak mungkin semua dia bisa pelajari secara detail. Begitu.
Kapan Anda bertemu dengan Pak Sanusi?
Sudah lama sekali. Mungkin tahun lalu.
Kalau kontak, betul, seperti yang Pak Sanusi bilang. Memang saya kontak dia, karena memang saat itu draf dari Bappeda sudah selesai. Kemudian diajukan ke DPRD. Tapi kayaknya di situ itu lama tidak bergerak, tidak dibahas atau apa begitu.
Kemudian pihak Paguyuban cek ke saya, kemudian, "Cek saja langsung ke sana (DPRD -red)". Sudah dicek berkali-kali, enggak 'clear'.
Saya mau tanya Bu Tuty (Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati-red) juga nggak enak kan. Bu Tuty kan tugasnya saya tahu, banyak dari Pak Gubernur. Ya sudah saya cek saja langsung (ke DPRD -red). Kenapa ke Sanusi (mengeceknya)? Karena kita tahu, Sanusi yang paling mengerti soal-soal ini. Yang lain kan nggak ngerti itu.
Bulan apa kontak dengan Sanusi itu?
Februari.
Soal pembahasan tambahan kontribusi itu, apakah juga disampaikan ke Anda langsung, atau bagaimana?
Kalau soal pembahasan kontribusi, begini, harus jelas, sebenarnya ide soal kontribusi tambahan yang 15 persen itu sudah ada sejak setahun lalu pembahasannya.
Jadi prosesnya panjang. Dalam proses panjang ini, Pak Gubernur mendengar banyak masukan, terutama dari dua hal:
Satu, impact ekonominya seperti apa. Soalnya kalau dari impact pendapatan Pemda sih jelas. Tapi impact ekonominya terhadap pembangunan ini bagaimana.
Kedua, dari sisi impact hukumnya. Ada nggak sih dasarnya sebenarnya, seorang gubernur menyatakan, 'Oke gue (saya) tambah lagi kontribusinya.' Begitu loh.
Nah jadi perdebatannya panjang sekali. Dalam proses itu, Pak Gubernur sebenarnya tidak punya posisi yang fix.
Hanya ketika Pak Sanusi dan saya kontak, bertanya bagaimana posisi Pak Gubernur.
Ya sementara Pak Gubernur, saat itu ya Februari itu, Pak Gubernur ada dalam posisi mengatakan, "Ya terserahlah, dia kalau mau ngerjain kita, kalau bikin deadlock atau mau mencoret, terserah. Pokoknya nanti kalau misalkan dia masukin ya bagus. Kalau misalkan dia mau lepas, ya nanti kita taruh di Pergub".
Nah kemudian ada orang menuduh, "Oh, Pak Gubernur berarti nanti mau mengatur sendiri dong di Pergub". Ya mana bisa.
Kemarin juga Tempo ada yang nanya ke saya. Berarti Pak Gubernur mainin dong di Pergub. Gimana mau mainin? Semua orang sudah tahu 15 persen. Bagaimana mau dikurangin lagi?
Termasuk Sanusi menawar jadi 5 persen saja itu (kontribusinya -red)?
Dia nggak nawar. Dia cuma bertanya posisinya Pak Gubernur itu apa. Dia nggak menawar. Dia juga nggak berani kan, bagaimana mau menawar. Mau nawarnya lagian sama saya, (kalau mau menawar) sama Gubernur dong. Kayak mau beli barang aja.
Anda kokoh di 5 persen?
Bukan begitu bahasanya. Maksudnya, Sanusi itu selalu kalau bicara sama saya, (Sanusi) menyebut Pak Gubernur itu 'Kokoh'.
Jadi, 'Kokoh sudah setuju.' Kan saya bilang begitu. Memang pada saat itu, pada poin itu, memang Pak Gubernur posisinya bukannya setuju bagaimana, tapi,'Terserah, lu mau hapus, lu mau bikin deadlock, terserah. Kalau lu mau hapus, tetap lolos, ya enggak apa-apa. Sudah, (seperti) cek kosong. Tetap di Pergub nanti gue bisa masukin.'
Ketika dia dibikin deadlock, nanti yang digunakan Perda apa? Pakai Perda lama dong. Nah kalau Perda lama, tidak ada kontribusi tambahan loh. Nah terus kontribusi tambahannya di mana? Masuk Pergub juga, sama. Sama saja jadinya logikanya.
Jadi sebenarnya bukan nego bagaimana, tapi di mana, mau di Perda atau di Pergub? Itu dua-duanya sama saja, nggak bisa ngeles kok. Tetap 15 persen dan Pak Gubernur sudah buka ke mana-mana.
Bukanya itu bukan baru kemarin loh, tapi sudah dari berbulan-bulan lalu. Bahwa 15 persen harus masuk.
Tidak ada negosiasi dengan Sanusi?
Kalau saya dengan Pak Sanusi nggak ada negosiasi. Nggak ada negosiasi.
Dan bahwa Anda adalah pelobi?
Saya mau melobi siapa? Melobi Pak Gubernur?
Saya sama Pak Gubernur nih, contoh saat dia jadi Wakil Gubernur, saya sebenarnya pro UMP jangan dinaikin. Pak Wagub bilang harus naik 40 persen waktu itu pertama kali. Digebrak meja saya sama dia. Kapok saya kalau debat-debat begini. Ngapain debat-debat.
KPK menyebut Anda mengatur pertemuan dengan Aguan (Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma-red)?
Saya mengatur pertemuan antara Pak Ahok dengan berbagai macam pengusaha kok. Bukan mengatur loh ya, tapi Pak Ahok bilang, 'Saya mau ketemu dia, tolong bisa dijadwalkan enggak?'. Atau pengusahanya bilang, 'Saya mau ketemu Pak Ahok, tolong dijadwalkan, bisa enggak?'
supaya ada perspektif, supaya ada saksi. Sehingga mereka juga kenal dengan saya. Kalau mereka langsung ke Pak Gubernur, kadang-kadang mereka sungkan, takut Pak Gubernur sibuk dan sebagainya. Jadi kadang-kadang ya lewat saya. Enggak harus lewat saya, orang semua jugaSama, mau Pak Aguan, mau Pak Trihatma (Bos Agung Podomoro Trihatma K Haliman-red), mau siapapun. Nggak semua harus lewat saya. Kadang-kadang juga langsung. Lewat staf lain juga bisa. Tapi saya mengatur juga kadang-kadang.
Pertemuan itu untuk apa sih?
TONTON VIDEO SELENGKAPNYA : KLIK DISINI
Sumber : NWK|NRL|DETIKCOM|KOMPASTV|KOMPAS.COM
0 Komentar