![]() |
ilustrasi |
Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) memang langka terjadi. Saat GMT berlangsung pada tahun 1983 silam masyarakat Indonesia 'dicekoki' oleh imbauan yang mengatakan bahwa fenomena ini berbahaya karena bisa bikin buta. Apakah benar?
Sejatinya, mata tentu tidak akan kuat apabila dipaksakan untuk menatap arah sinar Matahari yang begitu menyilaukan. Namun pada dasarnya para peneliti astronomi ingin menyampaikan 'bantahan' terhadap anggapan GMT sifatnya membahayakan.
Peneliti astronomi di Observatorium Bosscha, Moedji Raharto menepis pandangan mengenai GMT yang mampu membutakan orang secara langsung. Maksudnya, adalah tidak benar apabila orang langsung buta di tempat saat ia baru menatap ke arah sang surya saat GMT sedang berlangsung.
"Matahari biasa pada dasarnya memang bisa merusak mata jika dipandang terus-terusan. Lagian siapa yang tahan juga kalau mau lihat tanpa henti? Jika memaksakan diri ya sudah pasti bahaya," ucap Moedji saat berbincang santai dengan CNN Indonesia beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tentu ada perbedaan ketertarikan yang timbul dari masyarakat antara melihat Matahari sehari-hari dan pada saat Gerhana Matahari. Sudah pasti orang lebih penasaran dengan gerhana, kata Moedji.
"Jangan terlalu lama kalau ingin menyaksikan gerhana. Tentu saja bisa merusak mata yang memicu kebutaan karena retina terbakar. Kalau bisa pakai kacamata khusus," lanjut mantan Kepala Observatorium Bosscha itu.
Hal serupa dinyatakan oleh peneliti pusat ilmu antariksa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Rhorom Priyatikanto. Ia beranggapan, semua orang bisa menikmati fenomena ini tanpa harus takut seperti zaman dulu, namun tetap memperhatikan kondisi yang semestinya.
"Bisa picu kebutaan kalau dilihat terus-menerus pakai mata telanjang. Wajar jika orang penasaran, namun memang tidak boleh dipaksakan sebab kerusakan yang timbul pada retina mata tidak secara langsung," ungkap Rhorom dalam obrolan terpisah.
Ia menambahkan, Gerhana Matahari Total tentu saja berbeda dengan Gerhana Bulan yang diyakini lebih aman apabila disaksikan dengan mata telanjang.
9 Maret esok Indonesia akan menyaksikan fenomena Gerhana Matahari Total. GMT tahun ini kebetulan hanya bisa teramati di kawasan Tanah Air dan perairan Pasifik.
Moedji yang kini mengajar sebagai dosen astronomi di Institut Teknologi Bandung (ITB) berharap fenomena GMT tahun ini memiliki keunikan sendiri dan menghasilkan informasi baru mengenai ilmu keantariksaan.
sumber: cnnindonesia
0 Komentar