“Kalau kita digusur bude (Muncikari) pasti nyariin kita,” kata Evi saat berbincang-bincang bersama warga lainnya di suatu gang kawasan Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (20/2/2016).
Penampilan Evi tampak selebor. Janda anak satu ini mengenakan kaos putih transparan. Dari perangainya, wanita berkulit putih ini masih berusia belasan tahun
Evi bersikeras tak mau digusur. Dia juga tak mau direlokasi ke rusun Pulogebang. “Anak gue kecil bang, enggak mau digusur, pencarian gua di sini kok,” ujarnya.
Jika harus direlokasi, Evi ingin Gubernur DKI Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama menampung dia dan anaknya. Alasannya, kata Evi, unit rusun tidak bisa menjadi hak milik pribadi.
“Kalau emang Ahok mau nampung di rumah dia nggak apa-apa dah. Kalau rusun buat gue gratis mah enggak apa-apa. Gue kan di sini gratis, cuma bayar listrik doang,” katanya.
Evi menaruh kecurigaan ketika Metrotvnews.com terus memberikan pertanyaan. Raut wajahnya jadi tak sedap, dan enggan memberi komentar lagi. “Abangnya wartawan ya?,” sergap Evi.
Muncikari Evi, Subadriah, 65, mengaku akan angkat kaki dari Kalijodo. Bude, sapaan akrab Subadriah yang sudah 40 tahun tinggal di Kalijodo mengaku tidak akan kembali menapakkan kaki di Kalijodo.
“Mau pulang kampung, di Lumajang. Ini lagi kemas-kemas. Di sini sudah enggak bisa jualan lagi,” kata Subadriah, Jumat 18 Februari.
Subadriah mengasuh 20 pekerja seks. Sasaran pengguna masyarakat menengah ke bawah. Tarif untuk sekali kencan Rp150 ribu. Pembagian uang itu, Rp20 ribu untuk Subadriah, Rp30 ribu untuk biaya kamar, dan Rp100 ribu untuk ‘kupu-kupu malam’. Pekerja seks di bawah naungan nenek empat anak ini adalah wanita remaja hingga dewasa. Mayoritas bukan warga Jakarta.
“Anciang itu cantik, sinfo itu baru (perawan). Kalau servis ada yang yung, itu bisa dimainin atas bawah,” ujar Subadriah terkekeh.
Agar kantong semakin tebal, Subadriah menjual minuman. Biasanya, pria hidung belang memesan minuman saat duduk sambil memilih pasangan atau saat kencan. Subadriah mengatakan, pendapatannya dari bisnis prostitusi dan menjual minuman mencapai Rp10 juta per bulan. Tahun lalu, ia rata mengantongi Rp100 ribu per hari.
“Tahun ini menurun,” katanya.
Kalijodo terkenal karena banyak tempat prostitusi, bar, dan kafe yang menjual minuman keras. Sejak rencana Pemerintah DKI menggusur bangunan di Kalijodo mencuat, bisnis terlarang di sana pelan-pelan kurang diminati.
Sebelumnya, pemerintah mengembalikan fungsi lahan hijau salah satunya Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio. Informasi yang diterima Metrotvnews.com, bangunan di Kalijodo digusur pada 29 Februari.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan jumlah ruang terbuka hijau di Jakarta terus menurun. Padahal, kata dia, idealnya sebuah ruang terbuka hijau adalah sebesar 30 persen dari jumlah luas wilayah.
“DKI pernah capai ruang terbuka hijau 10 persen. Tapi sekarang turun di bawah 10 persen,” ujar Ahok, sapaan Basuki.
Ahok menjelaskan, luas tanah di Ibu Kota tak akan bertambah. Sedangkan lahan yang seharusnya untuk ruang terbuka hijau banyak yang dikuasai warga.
0 Komentar