
"Kami minta dari keluarga Mewar ada surat ukur atau gambar lokasi dari eigendom 1069 yang sedang diperjuangkan, karena kalau tidak ada maka sulit dilakukan penunjukan lokasi dan titik awal pengukuran lahan," kata Kepala Kanwil BPN Maluku, Oni Walalayo di Ambon, Senin (29/2).
Tekhnisnya, kalau sekarang digunakan istilah titik poligon, tetapi pada zaman Belanda disebut titik asimut untuk menentukan lokasi.
"Tetapi dalam jumlah asimut dengan perhitungan sekarang juga menurut kami tidak ahli di situ, tetapi mungkin ada ahlinya di Kementerian Agraria/Kepala BPN supaya bisa ditentukan," ujarnya.
Apalagi dalam menentukan titik asimut tidak bisa bicara dengan angka.
"Kalau surat buktinya ada, maka pemerintah harus bersedia dengan lapang dada karena pemerintah Belanda saat itu sangat rapi dan ketat dengan administrasinya. Jadi, kalau ada tolong ditunjukkan atau ada peta lain menjadi rujukan pengukuran," jelas Oni Walalayo.
Kepala Kanwil BPN juga meminta maaf kepada keluarga waris atas pengajuan surat permohonan pengukuran lahan yang belum direpons hingga sekarang.
"Bukan karena BPN tidak mau menjawabnya dan mungkin dari sisi administrasi serta birokrasi ada kekeliruan, namun ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat bahwa di Bandara Pattimura itu banyak pemilik lahan yang keberatan terhadap objek vital di sana," ujarnya.
Tetapi persoalan ini sudah dikoordinasikan dengan Deputi bidang sengketa hukum Kementerian Agraria/Kepala BPN dan mereka mengatakan akan turun melakukan pengukuran, namun baru mendengar bahwa BPN Maluku yang harus menyurat ke pusat untuk permohonan pengukuran, sehingga segera akan dilaksanakan tetapi BPN minta diberikan kesempatan mengumpulkan semua dokumen.
Karena seluruh dokumen yang ada di BPN saat ini bahwa eigendom 1069 itu dipecah menjadi eigendom 1937 dan itu menjadi tanah negara termasuk keluarga Mewar dan Kailola.
Sehingga bekas-bekas pemiliknya itu mungkin memang benar ada tercatat dalam register BPN, termasuk keluarga Mewar namun untuk membuktikan letak lokasinya yang benar dimana masih menjadi kendala dan sangat sulit.
Sebab di atas lokasi atau objek dipermasalahkan ini sudah ada sertifikat atas nama PT Angkasa Pura, Kementerian Perhubungan dan TNI AU, jadi dasarnya penguasaan fisik berdasarkan statusnya sebagai tanah negara.
"Kami minta maaf dengan harapan bahwa sebaiknya apa yang disampaikan harus digelar terbuka agar diketahui persis kepemilikan keluarga Mewar karena hak-hak masyarakat tetap dihormati, namun perlu didukung dokumen yang valid," tegasnya.
Apalagi pada lokasi yang sama juga terdapat putusan-putusan pengadilan yang sifatnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) baik perdata maupun tata usaha negara, sehingga dilematis bagi BPN mengambil keputusan.
"Persoalan pengukuran itu kalau sudah pasti maka kapan saja bisa direalisasi, tetapi apakah ada jaminan di lapangan bisa terlaksana atau tidak, jangan sampai saat dilakukan terjadi komplain oleh PT Angkasa Pura karena ada sertifikatnya, tetapi kita tetap mendorong dilakukan pengukuran sesuai yang diminta keluarga Mewar," katanya.
0 Komentar